Gerrit A. Siwabessy ( Lahir di Saparua, Maluku, 19 Agustus 1914 – meninggal di Jakarta, 11 November 1982 pada umur 68 tahun) adalah Menteri Badan Tenaga Atom Nasional dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1965 hingga 1978 pada masa pemerintahan Presiden Soekarno hingga Presiden Soeharto.)
Masa kecil. Gerrit
Augustinus Siwabessy terlahir sebagai bungsu dari empat bersaudara pada
19 Agustus 1914 di Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Enoch
Siwabessy, ayahnya, seorang petani cengkeh, meninggal dunia ketika
Gerrit baru berusia satu tahun. Ibunda Naatje Manuhutu kemudian menikah
lagi dengan Yakub Leuwol, seorang guru sekolah dasar terpandang. Hal ini
memungkinkan Gerrit menjalani pendidikan dasar dan menengah dengan
baik. "Beta selalu menyertai tuan guru Leuwol yang berturut-turut
ditempatkan sebagai guru di Larike, Tawiri dan Lateri," begitu tulis
Siwabessy dalam memoarnya.
UPULERU. Siwabessy
kecil harus menempuh perjalanan yang cukup jauh ke sekolah. Karena itu
Yonathan Siwabessy dan Obed Siwabessy, kedua kakaknya, sering bergantian
menggendong kakak perempuannya, Mien Siwabessy, dan Siwabessy kecil
untuk menempuh perjalanan jauh ke sekolah. Begitu juga dengan keempat
adik perempuan dari pernikahan kedua ibunya dengan Yakub Leuwol, yaitu
Lien, Mengky, Teddy dan Enny, semuanya memperoleh pendidikan yang baik.
Pada 1931, Siwabessy berhasil menyelesaikan pendidikannya di (MULO)
(Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di kota Ambon. Kemudian Siwabessy
menerima beasiswa untuk meneruskan pendidikan kedokteran ke NIAS Nederlandsch Indische Artsen School,
Surabaya. Siwabessy muda memang sangat menonjol dalam bidang akademik.
Tetapi pendidikan tinggi bagi banyak pemuda pada masa penjajahan tidak
mungkin diikuti tanpa beasiswa.
Di NIAS/ Nederlandsch Indische Artsen School Siwabessy banyak bersahabat dengan pemuda dari pelbagai suku bangsa, antara lain Ibnu Sutowo,
Rubiono Kertopati, Mohammad Imam di samping sahabat-sahabatnya dari
Maluku seperti Jan Usmany, Karel Staa, Syuurt Latupeirissa, Chris
Mailoa. Pergaulannya dengan teman-teman barunya itulah yang membuka
cakrawala Siwabessy tentang Indonesia. Selain serius dalam studi,
Siwabessy juga aktif dalam organisasi mahasiswa Maluku.
Di NIAS/ Nederlandsch Indische Artsen School inilah Siwabessy dipanggil dengan julukan Upuleru, yang dalam bahasa tana (tanah, asli) Maluku Tengah artinya “dewa” atau ”pelindung”.
Sebutan ini terus dipakai oleh teman-temannya semasa perjuangan 1945.
Itu sebabnya ketika Siwabessy menulis memoarnya yang diterbitkan oleh Gunung Agung pada 1979, disepakati judul memoar tersebut ”Upuleru”.
JALAN TERHORMAT. Pada
akhir 1941 diberlakukan Keadaan Darurat Perang akibat ekspansi Jepang
ke Asia Tenggara dan Pasifik. Pemerintah Hindia Belanda tiba-tiba sangat
membutuhkan tenaga-tenaga dokter. Para mahasiswa NIAS Nederlandsch Indische Artsen School yang telah lulus ujian ”Semi Arts”
(setara drs. med. atau sekarang Sarjana Kedokteran) dan telah
menyelesaikan co-schaap (praktik kepaniteraan klinik) sebelum maju untuk
ujian ”Arts” (dokter), dikerahkan memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan sangat tergesa-gesa mereka diberangkatkan.
Siwabessy mendapat tugas istimewa di pusat pengeboran perusahaan minyak Belanda BPM (Bataavishe Petroleum Maatshapij),
Cepu, Jawa Tengah. Di sana Siwabessy bahkan dipekerjakan sebagai
seorang dokter penuh dengan fasilitas sangat memadai. Dr. Smit, direktur
rumah sakit, memperlakukan Siwabessy sebagai kolega terhormat. Rupanya
hal ini tidak terlalu disukai oleh Zuster den Helder, seorang Belanda
berperawakan tinggi besar. Ia tidak bisa menerima bahwa seorang inlander
berkulit hitam, berambut keriting dan berperawakan kecil menjadi
pimpinannya. Setiap perintah Siwabessy selalu mendapatkan komentarnya
sampai akhirnya timbul pertengkaran terbuka. Hanya dengan perantaraan Dr
Smit saja maka persoalan ini dapat diatasi. Zuster den Helder
diperingatkan bahwa Siwabessy adalah seorang dokter yang kompeten dan
diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda maupun BPM. Sejak peristiwa itu Siwabessy bisa bekerja dengan tenang.
Pada
Maret 1942 tentara Jepang memasuki Indonesia sehingga timbullah
kekacauan. Semua orang Eropa dan para dokter yang berdinas di BPM Cepu
harus mengungsi ke Surabaya. Di kota itu Siwabessy bertemu dengan Dr
Sutjahyo, kawan lamanya di NIAS yang memegang kedudukan penting di
Bagian Radiologi dan Bagian Paru-paru Rumah Sakit Simpang, Surabaya.
Beliau meminta bantuan Siwabessy untuk memimpin bagian radiologi.
Keahlian Siwabessy pada bidang radiologi di kemudian hari juga terasah
oleh para seniornya, Dr RM Notokworo dan Dr Abdul Rachman Saleh.
"Sebetulnya
beta tidak terlalu tertarik pada radiologi. Semasa mahasiswa beta lebih
banyak tertarik pada bidang fisika, dan karena hubunganku dengan dr.
Latumeten, kepala Rumah Sakit Jiwa Lawang, beta tertarik pula pada
bidang psikiatri (ilmu jiwa klinis). Namun demikian demi kelangsungan
hidup, beta rela bekerja dalam bidang radiologi. Dengan demikian beta
masuk ke bidang yang sama sekali baru bagiku. Tidak kuduga ketika itu,
bahwa keputusan yang kuambil secara terpaksa ini akan menentukan jalan
hidup kemudian, baik di masa krisis pada pendudukan Jepang maupun dalam
masa revolusi dan masa merdeka," tulis Siwabessy dalam memoarnya
"Upuleru".
BAPAK ATOM INDONESIA. Sementara
itu atas informasi Dr Aziz Saleh, Siwabessy mengetahui bahwa di Sekolah
Tinggi Kedokteran Universitas Indonesia di Batavia akan diadakan ujian
Arts. Siwabessy bersama beberapa rekan dari NIAS yang sudah lulus Semi
Arts, segera berangkat ke Batavia. Siwabessy lulus sebagai dokter penuh
pada 15 Desember 1942.
Setelah
kemerdekaan RI, Siwabessy makin giat lagi dalam kegiatan organisasi
kebangsaan dan di tahun-tahun inilah ia dipertemukan dengan banyak tokoh
penting nasional.
Pada 1949 dr Leimena,
menteri kesehatan RI saat itu, merekomendasikan agar Siwabessy
melanjutkan pendidikan di bidang radiologi. Sebelumnya dr Johanes telah
memberikan kepadanya brevet (surat tanda bukti keahlian) sebagai ahli
radiologi. Dengan rekomendasi kedua dokter ini, Siwabessy berhasil
mendapatkan beasiswa dari British Council untuk studi lanjutan di Universitas London.
Termasuk study trip ke pusat radiologi dan pusat kedokteran nuklir
berbagai kota di Inggris : Manchester, Leeds, Edinburg dan Glasgow.
Hal-hal
pokok yang dipelajari mencakup radiologi, radioterapi, dan pengetahuan
dasar bidang atom. Lagi-lagi Siwabessy menonjol. Baru tiga bulan
mengikuti studi, ia diangkat menjadi asisten. Ini berarti, Siwabessy
dibebaskan dari tugas-tugas rutin perkuliahan seperti mahasiswa lain
pada umumnya. Bahkan diberi kepercayaan memegang sebuah bangsal di Rumah Sakit Hammersmith,
London. Tak hanya itu, seorang sekretaris Inggris juga ditugaskan untuk
membantu menyelesaikan tugas-tugas administrasi. Suatu prestasi yang
sangat luar biasa bagi seorang Asia pada saat itu.
Pengalaman
penting lainnya selama berada di Inggris, ketika Siwabessy mempelajari
sistem kesejahteraan di bidang kesehatan. Ide inilah yang ia kembangkan
di Indonesia dengan nama Asuransi Kesehatan (Askes) saat menjabat Menteri Kesehatan.
Saat
memperdalam bidang radiologi itu, Siwabessy banyak berkenalan dengan
para ahli atom dari bidang terkait, seperti fisika nuklir, kimia,
biologi, fisika-radiasi, kimia-radiasi, biologi radiasi, dan
radioterapi. Selain itu Siwabessy juga melihat bahwa pengobatan kanker
di London sudah banyak menggunakan hasil penemuan dan penyinaran atom.
Hal-hal inilah banyak memberi wawasan baru yang kelak kemudian hari
diterapkan di Indonesia. Karya Siwabessy kini juga terukir di Departemen
Radioterapi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Sebuah rumah
sakit berstandar internasional dengan peralatan sangat modern yang telah
terbukti banyak menolong para penderita kanker—termasuk kaum papa
sekalipun. Demikian juga pengobatan dengan tenaga nuklir yang ada di
RSPAD Gatot Subroto, semuanya dirintis oleh Siwabessy.
Sekembalinya
dari London, Siwabessy langsung dipercayai memegang berbagai tugas
penting, antara lain : Guru Besar Luar Biasa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Konsultan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta; Direktur Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta. Ia juga mendirikan Lembaga Radiologi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pada 1952 Amerika Serikat berhasil meledakkan bom hidrogen pertama berkode Ivy Mike di Atol Eniwetok,
Kepulauan Marshall, Samudera Pasifik. Bagian dari rangkaian percobaan
bom nuklir yang sudah dimulai sejak 1948 (berakhir 1958; total 43
percobaan) di kepulauan tersebut. Khawatir terhadap dampak percobaan bom
nuklir tersebut bagi Indonesia, Presiden Sukarno
menunjuk Lembaga Radiologi Departemen Kesehatan yang dipimpin oleh
Siwabessy untuk mengatasi masalah ini. Pada 1954, dibentuklah Panitia
Penyelidikan Radioaktivitas dan Tenaga Atom yang diketuai Siwabessy
dengan para anggotanya terdiri dari elemen-elemen Angkatan Darat,
Angkatan Udara, Badan Metereologi, (UI), Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan RSPAD Gatot Subroto.
Pada
1954 itu juga Siwabessy membentuk Lembaga Tenaga Atom yang berada di
bawah Sekretariat Negara dan Siwabessy sebagai direkturnya. Selain itu
negara juga memandang perlu agar didirikan fakultas yang mempelajari
ilmu dasar di bidang fisika, kimia dan matematika untuk menghasilkan
tanaga ahli. Lagi-lagi Siwabessy ditunjuk pemerintah untuk
mewujudkannya. Sebagai pendiri Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam
Universitas Indonesia, Siwabessy ditunjuk sebagai Dekan FIPIA UI pertama
(1963-1965).
Tahun 1962 Presiden Sukarno meresmikan berdirinya Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN),
berada langsung di bawah( presiden, dan Siwabessy sebagai Direktur
Jenderal BATAN pertama. Pada 1965 ia diangkat sebagai Menteri Badan
Tenaga Atom Nasional.
Atas jasa-jasanya yang sangat besar dalam memajukan tenaga atom di Indonesia, seperti membangun reaktor nuklir
dan banyak penelitian penting lainnya, Siwabessy yang adalah juga Bapak
Atom Indonesia, menerima Bintang Mahaputera III pada 1976. Namanya juga
diabadikan oleh negara pada sebuah reaktor nuklir terbesar di Asia
Tenggara berkekuatan 30 MW yaitu Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy RSG GA Siwabessy]], berlokasi di Serpong, Tangerang, Jawa Barat, yang diresmikan Presiden Soeharto pada 20 Agustus 1987.
MENTERI KESEHATAN . Pada
1966 Siwabessy diangkat Presiden Soekarno menjadi Menteri Kesehatan.
Tugas ini diembannya hingga 29 Maret 1978 semasa pemerintahan Presiden
Soeharto. Selama masa jabatannya itu, Siwabessy merangkap sebagai Ketua
Tim Dokter Pribadi Presiden. Pada masa itu banyak sekali program yang
telah Siwabessy lakukan dalam lingkup kesehatan. Mulai dari program Keluarga Berencana (KB), Puskesmas, Askes,
Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), penanggulangan penyakit menular
seperti malaria, TBC, cacingan, kolera, tifus, disentri, sampai dengan
upaya penanggulangan penyakit kanker. Siwabessy sendiri tercatat sebagai
salah seorang pendiri Yayasan Kanker Indonesia.
Kerja keras ini tidak terlepas dari keluwesan diplomasi Siwabessy
dengan para sahabatnya yang berada di luar negeri dan juga dengan
berbagai organisasi internasional, antara lain badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seperti World Health Organization, UNICEF, United Nations Development Programme(UNDP), maupun lembaga-lembaga lainnya seperti United States Agency for International Development (USAID)
dan Medicare (menyangkut perawatan kesehatan). Siwabessy juga tercatat
sebagai pelopor kerjasama di bidang kesehatan dengan Amaerika Serikat.
Lembaga-lembaga yang banyak memberikan bantuan teknis maupun keuangan.
Untuk jasa-jasanya di bidang kesehatan, Siwabessy dianugerahi Bintang
Mahaputera II pada tahun 1978.
MENGABDI HINGGA AKHIR HAYAT. Selepas tugas sebagai anggota kabinet, Siwabessy diminta menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung
yang bertugas sebagai Penasehat Presiden. Kepercayaan ini dijalani
sejak 1978 sampai akhirnya Siwabessy meninggal di suatu malam yang
tenang pada 11 November 1982, Jakarta.
27
tahun setelah Siwabessy berpulang, Universitas Indonesia pada Juni 2009
memberikan menamai salah satu jalan di kompleks kampus itu di Depok,
Jl. Prof. Dr. G.A. Siwabessy sebagai salah satu begawan ilmu yang telah
mengabdi bagi Universitas Indonesia dan Indonesia.
SUMBER : yudaparamartha
SUMBER : yudaparamartha
0 comments :
Post a Comment
Dengan Senang Hati Beta Menanti Basuara Sudara-Sudara.