Berbicara "perigi" (sumur), dimana-mana punya bentuk yang sama. Dan fungsi dibangun atau digali sebuah perigi juga punya fungsi yang sama pula. Yaitu sebagai tempat menimbah air, untuk kebutuhan minum atau juga mencuci bagi manusia.
Kali ini saya ingin memperkenalkan sebuah tradisi di Maluku (Lihat; Maluku Tengah, dan sebagai contohnya di negeri Booi), yang hampir dimiliki oleh semua lapisan masyarakat di Maluku (yaitu setiap masyarakat yang berada di negeri-negeri di pulau Lease). Berangkat dari posting saya kali yang melihat ada keunikan dari perigi (sumur), dan di semua negeri di pulau Lease, tentunya memiliki lebih dari satu perigi (sumur), sehingga untuk menandai setiap perigi tersebut, masyarakat setempat kemudian memberikan nama atasnya.
Sebagai contoh di negeri Booi, ada memiliki tujuh (7) buah perigi, dan dibagi dalam dua (2) kategori yaitu perigi tua, dan perigi baru (muda). Yaitu empat (4) buah perigi tua (perigi yang berusia di atas 80 tahun), inilah nama-namanya; Perigi Mas, Perigi Pohong Liang, Perigi Benteng (perigi ini tidak lagi dipakai, karena letaknya di tengah hutan, disekitar dusung "BENTENG"), dan Perigi Raja (perigi tertua, dan usianya diatas 100 tahun). Dan tiga (3) buah lainnya yaitu perigi baru, yang usianya di bawah 10 tahun. Yaitu perigi baru (nama perigi yang paling terbaru), perigi pohong gayang (nama perigi yang digali di sekitar tanaman pohon Gayang), dan perigi pohong langsa (nama perigi yang digali sekitar tanaman pohon Langsat).
Secara historis dalam setting kehidupan masyarakat tradisional di Maluku, tidak an sich pemberian nama atas tempat-tempat tertentu sebagai tanda untuk menandai, tetapi jauh dari pada itu lewat tempat-tempat, atau benda-benda yang diberi nama, kemudian melekat di dalamnya sebuah mithos atau legenda yang membuktikan ciri khas dari tempat atau benda masing-masing atas keunikannya, serta kekuatannya yang berbeda-beda pula.
Sebagai contoh dapat saya temukan di negeri Booi, di "perigi benteng" memang tidak ada yang istimewah ketika mendengar nama perigi benteng (karena memang terletak di daerah petuanan/dusun yang bernama "Benteng"). Akan tetapi dalam pengakuan masyarakat yang berlangsung dari generasi ke genarasi, perigi benteng dahulu ada karena sebuah kisah; dimana seorang kapitang/panglima perang asal Sawahil (negeri lama dari orang Booi), dengan seekor anjingnya (Malessi-nya/asisten/prajurit) setelah pulang membantu sebuah peperangan di Ihamahu; dan hampir tiba di wilayah Sawahil, anjingnya hampir meninggal karena kehausan. Maka sang kapitang menikam tombaknya di tanah dimana ia berdiri, maka keluarlah air, dan anjingnya dapat minum dari air itu. Nama kapitang tersebut kapitang Ritawaemahu.
Dalam cerita lainnya, setiap perigi tua yang ada di negeri Booi, dahulu di percaya oleh masyarakat negeri memiliki penjaganya (sejenis roh-roh penjaga yang berwujud manusia) masing-masing. Sehingga tidak sembarangan masyarakat memperlakukan perigi-perigi tersebut, dengan sesuka hati (dalam artian masyarakat akan selalu menghormati dan menghargai perigi tersebut dan menjaga selalu kebersihannya). Dan setiap tahunnya ada Masohi (gotong royong) dari seluruh masyarakat negeri Booi melakukan pembersihan perigi yang dikenal dengan nama Cuci parigi.
Ada sebuah pengakuan dari seorang anggota masyarakat negeri Booi, disuatu waktu ia pernah menyaksikan "perigi raja" mengeluarkan airnya sampai penuh, dan akhirnya tumpah keluar, dan hal itu terjadi pada suatu malam, ketika ia (saksi) sementara berjalan dengan tidak sengaja melewati perigi raja menuju ke rumahnya yang berada di ujung negeri bagian pantai. Dan cerita ini cukup menggemparkan masyarakat saai itu, setelah mendengar kesaksian dari saksi mata tersebut. Jadi berangkat dari posting kali ini saya ingin memberikan suatu pengertian lain, bahwa pemberian nama pada suatu tempat, benda, memiliki artian ganda dan hal ini yang berlaku di dalam setting kehidupan orang Maluku.
Kemudian, berbicara tentang perigi-perigi di negeri Booi, saya juga baru menelusuri pengertian di balik sebuah perigi di negeri Booi, yang mampu menarik perhatian banyak orang, ketika mengetahui ada sebuah Perigi Mas (namanya), di negeri Booi. Terlintas pemahaman setiap orang kalau di perigi itu pasti ada mas-nya. Dan memang betul, ada mas di Booi dan tepatnya di perigi tersebut. Yaitu "Mas" dalam makna kiasan, "Mas" yang berasal dari kependek nama belakang seorang guru yang pernah bertugas di negeri Booi, sekitar di awal tahun 1930.Nama beliau adalah bapak guru Z. MASPAITELLA. Beliaulah orang yang berinisiatif untuk menggali sebuah perigi untuk kebutuhan keluarga beliau dan juga kebutuhan keluarga sekitar. Maka nama perigi tersebut di beri nama "Perigi Mas" (di ambil dari kependekkan nama belakang MASPAITELLA). Dan sampai sekarang nama perigi itu masih disebut oleh orang Booi dengan nama "Perigi Mas" dan perigi tersebut sudah berumur 81 tahun, dapat anda lihat di gambar disamping ini. Semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian.. [sa.95] J.Pattiasina
Secara historis dalam setting kehidupan masyarakat tradisional di Maluku, tidak an sich pemberian nama atas tempat-tempat tertentu sebagai tanda untuk menandai, tetapi jauh dari pada itu lewat tempat-tempat, atau benda-benda yang diberi nama, kemudian melekat di dalamnya sebuah mithos atau legenda yang membuktikan ciri khas dari tempat atau benda masing-masing atas keunikannya, serta kekuatannya yang berbeda-beda pula.
Sebagai contoh dapat saya temukan di negeri Booi, di "perigi benteng" memang tidak ada yang istimewah ketika mendengar nama perigi benteng (karena memang terletak di daerah petuanan/dusun yang bernama "Benteng"). Akan tetapi dalam pengakuan masyarakat yang berlangsung dari generasi ke genarasi, perigi benteng dahulu ada karena sebuah kisah; dimana seorang kapitang/panglima perang asal Sawahil (negeri lama dari orang Booi), dengan seekor anjingnya (Malessi-nya/asisten/prajurit) setelah pulang membantu sebuah peperangan di Ihamahu; dan hampir tiba di wilayah Sawahil, anjingnya hampir meninggal karena kehausan. Maka sang kapitang menikam tombaknya di tanah dimana ia berdiri, maka keluarlah air, dan anjingnya dapat minum dari air itu. Nama kapitang tersebut kapitang Ritawaemahu.
Dalam cerita lainnya, setiap perigi tua yang ada di negeri Booi, dahulu di percaya oleh masyarakat negeri memiliki penjaganya (sejenis roh-roh penjaga yang berwujud manusia) masing-masing. Sehingga tidak sembarangan masyarakat memperlakukan perigi-perigi tersebut, dengan sesuka hati (dalam artian masyarakat akan selalu menghormati dan menghargai perigi tersebut dan menjaga selalu kebersihannya). Dan setiap tahunnya ada Masohi (gotong royong) dari seluruh masyarakat negeri Booi melakukan pembersihan perigi yang dikenal dengan nama Cuci parigi.
Ada sebuah pengakuan dari seorang anggota masyarakat negeri Booi, disuatu waktu ia pernah menyaksikan "perigi raja" mengeluarkan airnya sampai penuh, dan akhirnya tumpah keluar, dan hal itu terjadi pada suatu malam, ketika ia (saksi) sementara berjalan dengan tidak sengaja melewati perigi raja menuju ke rumahnya yang berada di ujung negeri bagian pantai. Dan cerita ini cukup menggemparkan masyarakat saai itu, setelah mendengar kesaksian dari saksi mata tersebut. Jadi berangkat dari posting kali ini saya ingin memberikan suatu pengertian lain, bahwa pemberian nama pada suatu tempat, benda, memiliki artian ganda dan hal ini yang berlaku di dalam setting kehidupan orang Maluku.
Kemudian, berbicara tentang perigi-perigi di negeri Booi, saya juga baru menelusuri pengertian di balik sebuah perigi di negeri Booi, yang mampu menarik perhatian banyak orang, ketika mengetahui ada sebuah Perigi Mas (namanya), di negeri Booi. Terlintas pemahaman setiap orang kalau di perigi itu pasti ada mas-nya. Dan memang betul, ada mas di Booi dan tepatnya di perigi tersebut. Yaitu "Mas" dalam makna kiasan, "Mas" yang berasal dari kependek nama belakang seorang guru yang pernah bertugas di negeri Booi, sekitar di awal tahun 1930.Nama beliau adalah bapak guru Z. MASPAITELLA. Beliaulah orang yang berinisiatif untuk menggali sebuah perigi untuk kebutuhan keluarga beliau dan juga kebutuhan keluarga sekitar. Maka nama perigi tersebut di beri nama "Perigi Mas" (di ambil dari kependekkan nama belakang MASPAITELLA). Dan sampai sekarang nama perigi itu masih disebut oleh orang Booi dengan nama "Perigi Mas" dan perigi tersebut sudah berumur 81 tahun, dapat anda lihat di gambar disamping ini. Semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian.. [sa.95] J.Pattiasina
1 comments :
Terlalu banyanknya ( ) dalam teks menjadikannya susah untuk dibaca.
Post a Comment
Dengan Senang Hati Beta Menanti Basuara Sudara-Sudara.