Mereka
bilang ada yang hebat,
Mereka
bilang ada yang tak terhingga,
Dan mereka juga
bilang ada yang tak berujung,
Yah… Aku
mulai mendengar, mengerti dan memahami arti tentang hidup.
Yaitu
diawali sebuah tangisan dialam fana;
dan diakhiri
pula dengan banyak tangis perpisahaan sebagai tanda.
Mereka
bilang yang tak kelihatan itu ada,
Mereka
bilang yang tak berwujud sejatinya memiliki wujud,
Dan mereka
juga bilang, jika ada tiga di dalam satu,
Yah….. Adapun realitas “three in one”; dan aku mulai
memahami apa artinya
sebuah
tulisan tanpa seorang penulis atau sebuah kisah tanpa seorang pengarang yang
menaskahi cerita.
Mereka
bilang sama seperti bintang di langit,
Mereka bilang
sama seperti pasir di tepi laut,
Dan mereka
juga bilang, seperti udara yang kita tarik dan hembus saat hidup,
Yah… Semuanya itu tak gratis, meskipun yang kita ketahui dan pahami semenjak dahulu
semuanya ini gratis; tetapi aku mulai
belajar tentang arti sebuah harga, saat aku sadar tak ada yang murah di bawa kolong
langit ini.
Mereka
bilang semua orang itu sama; seperti sepasang anak kembar,
Mereka
bilang bukan lagi dua, tetapi tetapi satu; seperti suami isteri
Dan mereka
juga bilang, keadilan itu seharusnya di bagi sama rata,
Yah…..
Tetapi aku mulai berharap dan belajar tentang arti kebenaran dari dasar perbedaan;
sama seperti suami dan isteri yang memiliki kepribadian yang berbeda sebagai
kekuatan besar. Dan bagaimana tentang si pemalas akan bisa menjadi kaya,
sebagai yang adil??
Mereka
bilang waktu ini adalah uang,
Mereka
bilang tujuan hidup manusia diwajibkan sukses,
Dan mereka
juga bilang: kerja keras takkan pernah
sia-sia.
Yah… Aku
bahkan mengerti tentang arti kehampaan, bila tak ada dasar yang kuat seperti
sauh sebuah perahu. Begitupun sukses belum tentu bahagia, uangpun tak bernilai
untuk membeli sukacita.
Mereka
bilang lihatlah bunga bakung dipadang,
Mereka
bilang lihatlah semut di musim kemarau,
Dan mereka juga
bilang, belajarlah dari mutiara di laut,
Yah..... Aku
kini belajar tentang arti beriman; bukan saja percaya, tetapi yang
sepatutnya mempercayakan diri. Saat
harapan akan sesuatu, telah dilakukan dan menanti sebuah jawaban.**
Sekarang
tenang, tenang..... dan simaklah bagian kisah ini, kini aku berpindah peran .
Mereka
tiba-tiba tak bilang apa-apa,
Mereka
seperti tak ada rupa, meskipun mereka ada,
Dan mereka
juga takkan bisa memberi jawaban,
Aku sekarang
mencoba memposisikan diri seperti seorang penjahat klas kakap, dan saat itu
semua mereka yang aku kenal tak lagi berpaling memberikan petuah, apalagi merapat??
Aku sekarang
mencoba lebih dalam lagi dan merasakan gunda gulana hati penjahat ini, yang terasing
karena terbukti telah berbuat ini dan itu, yang katanya oleh mereka, betapa
jahat sekali?? Dan mereka balik
bergumam bahkan menebar gosip panas, yang rasanya sangat pedih seperti
teriris-iris, yaitu mereka yang dahulunya pernah menjadi sahabat aku, seperti “bia
deng batu” Kata orang Ambon.
Aku menjadi
bingung, kenapa semua mereka bisa begitu, kenapa mereka hanya melihat dari
masalahku, dan bukan hatiku..
Aku bahkan
tak percaya, apakah mereka pernah
membaca tentang kalimat agung ini “Jangan melihat selumbar di mata saudaramu,
sedangkan balok dimatamu tidak kau ketahui”, memang ini gelombangku,
ini badaiku, dan sekarang aku hanya membutuhkan pertolongan; yah...... Aku
benar-benar membutuhkan pertolongan, lalu dari manakah datang pertolongan??
Aku mencoba
untuk terus menarik perhatian mereka, tetapi mereka terus mendingin dalam sikap
dan kata-kata.
Mereka
justru balik menghukum aku, yang sebenarnya hanya membutuhkan sedikit perhatian
saja, dengan harapan aku dapat kembali
menjadi pulih karena penerimaan mereka terhadap aku yang berlebel pendosa
berpangkat dua.
Yang
sebenarnya urusanku dengan sang kuasa telah aku urus selesai, tetapi kini
urusanku dengan mereka takan kunjungi usai, sehingga aku merana sepanjang
waktu, sambil menunggu datangnya ajal menjemput aku. Sebab mereka seperti para
jagoan yang melihat aku seperti seseorang lawan di medan perang, yang harus
dibiarkan mati, dan harus mati, tanpa harus diberikan kesempatan, sebab bagi
mereka aku ini penjahat klas kakap.
Kini aku tak
sanggup lagi, semangatku yang kuat akhirnya redup sudah, padahal aku masih
sanggup bertahan hidup, seperti dengan mereka yang sehat jasmani dan rohani.
Tetapi justru aku harus mati, karena aku tak bisa mendapatkan kesempatan kedua
dari mereka, padahal TUHAN saja lebih awal memberikan aku kesempatan itu.
Kini aku
sudah tak ada, Pendosa Berpangkat Dua.
--------------------------------------------------------------------------------
*** "Puisi ini aku persembahkan kepada mereka kaum terdiskriminasi...."
Ambon, 9 November 2013
by : Jimmy Pattiasina
0 comments :
Post a Comment
Dengan Senang Hati Beta Menanti Basuara Sudara-Sudara.