Sajak ini penuh rangsangan yang dahsyat, seperti ereksi alat vital untuk pemenuhan kenikmatan, saat selera pembangkit rasa dan karsa untuk melakukan mesum, padahal dahulu itu suci.
Sajak ini awal dari cerita erotis "ale deng beta" tentang daging mentah yang dipanggang dan ditaburi rempah, sehingga nikmat sekali saat dilumat seorang lelaki kelas atas; yang ternyata seperti sedang bersenggama dengan perawan yang memiliki belahan dada berisi.
Sajak ini tertuang seperti warna anggur yang memikat dipandang mata, saat pertama kalinya diteguk mengeluarkan aroma surgawi, sehingga sang pangeran terkejut dan menanyakan dari mana gerangan sumber rasa ini.?
Sajak ini membungkam prestasi nilai berlian dan emas, saat dahulu para saudagar kaya raya dan juga bangsawan mempertaruhkan kehormatannya untuk berkudis-kudisan di daratan bahkan harus mati diterpa gelombang laut, demi sekantong Cengkih, Pala, Kayu Manis bahkan Lada tiga warna.
Dan bahkan sajak ini penuh emosi, namun tak menyombongkan diri atau bahkan untuk menepuk dada, tentang jalur Spice islands sebagai tonggak sejarah dunia, yang kini telah kabur dan lenyap termakan usia.
Kudamati, 16 November 2013
Jimmy Pattiasina
» Read More...
Mereka
bilang ada yang hebat,
Mereka
bilang ada yang tak terhingga,
Dan mereka juga
bilang ada yang tak berujung,
Yah… Aku
mulai mendengar, mengerti dan memahami arti tentang hidup.
Yaitu
diawali sebuah tangisan dialam fana;
dan diakhiri
pula dengan banyak tangis perpisahaan sebagai tanda.
Mereka
bilang yang tak kelihatan itu ada,
Mereka
bilang yang tak berwujud sejatinya memiliki wujud,
Dan mereka
juga bilang, jika ada tiga di dalam satu,
Yah….. Adapun realitas “three in one”; dan aku mulai
memahami apa artinya
sebuah
tulisan tanpa seorang penulis atau sebuah kisah tanpa seorang pengarang yang
menaskahi cerita.
» Read More...
Saya memang pernah menulis tentang
"TRADISI NA'HAS", dan posting kali ini adalah salah satu bentuk pembuktian secara material bahwa Tradisi ini benar-benar masih terpelihara sampai hari ini.
Dari beberapa sumber yang pernah saya temui, dan dalam upaya pencarian data dan informasi tentang Tradisi ini, semakin menambah keingintahuan saya, ketika saya mendapatkan beberapa "catatan Na'has" dari beberapa sumber secara terpisah (dari orang-orang dengan latar belakang negeri-negeri yang berbeda pula), sehingga mengarahkan temuan saya kepada kesamaan dalam catatan Na'has sebelumnya. Tetapi ada asumsi saya, bahwa pasti ada catatan Na'has yang berbeda dari lazimnya yang sudah saya temui.
Dan pada tanggal 20 Oktober 2013, saya bertemu dengan salah seorang
kepala Tukang di
Negeri Booi, beliau (
Burmanus Nanulaitta, umur 78 Tahun) menjelaskan tentang posisi sentral dari Tradisi Na'has, dengan diberikan kepada saya juga suatu catatan Na'has yang sudah berusia di atas 50 tahun (dapat anda lihat gambarnya di samping ini), sebagai salah satu panduan dasar bagi beliau yang kesehariannya menjadi seorang (salah satu) kepala tukang Senior di
Negeri Booi, untuk menentukan mana waktu atau saat yang baik dalam memulai suatu pekerjaan pertukangan, membangun rumah, membangun gedung (sekolah, puskesmas, gereja), memotong bahan kayu untuk bangunan, mendirikan tiang bermula, membuat
"adat bunu peng" (adat syukuran atas pembangunan sebuah bangunan rumah maupun gedung), dll. Artinya posisi dan pengaruh Tradisi Na'has begitu berpengaruh dan turut menentukan sukses dan tidaknya suatu pekerjaan.
» Read More...
Selamat bertemu lagi saudara-saudari (basudara) tercinta, kali ini beta mau posting sesuatu yang agak berbeda, dan tentunya untuk menjawab penasaran para pembaca Tradisi Maluku yang mungkin saja menunggu posting terbaru. Kali ini ada tiga buah kapata dari orang Ullath di Pulau Saparua, yang sempat beta dapat 2 tahun kemarin dari salah satu sumber.
Sedikit penjelasan tentang kapata; menurut Leunard Heppy Lelapary
Tradisi lisan kapata, yaitu bentuk bahasa yang secara khusus digunakan oleh masyarakat dalam upacara adat, dengan irama tertentu, tersusun dalam larik-larik dan disampaikan dalam bentuk monolog maupun dialog. Bentuk tersebut hanya digunakan pada upacara-upacara adat pada masyarakat pemakai, seperti pada upacara panas pela, upacara pelantikan raja, upacara perkawinan dan upacara-upacara lainnya yang sejenis, dan digunakan oleh orang-orang tertentu, seperti kepala desa atau tua adat (sesepuh desa) yang menguasai adat.
» Read More...
Izinkan kalimat ini istori;
Yaitu tentang kisah yang batumbu indah,
semenjak warna rambut putih satu-satu, sampe akang su pono anteru saat ini.
Izinkan kalimat ini berandai;
Jika bisa, waktu tolong kas bale beta
kombali dolo, yaitu di taong yang sudah-sudah.
Izinkan kalimat ini mengenang;
Saat antua pulang pasar hari tiga, beta
salalu dapa nasi pulut bulu, cucur, deng beta pung makanan cinta; nasi katang
yang baliling-baliling.
» Read More...
Johannes Leimena (anak kedua dari empat anak pasangan Dominggus Leimena
dan Elizabeth Sulilatu) lahir tanggal 6 Maret 1905 di Ambon. Ia
keturunan keluarga besar Leimena dari Desa Ema di Pulau Ambon dan
dikenal dengan nama panggilan "Oom Jo". Ia seorang Kristen yang berbudi
luhur. Ayahnya seorang guru, dengan demikian ia terhitung keturunan
golongan menengah (pada saat itu). Pada usia lima tahun Johannes telah
menjadi yatim. Kemudian ibunya menikah lagi, dan ia diasuh oleh
pamannya.
Johannes kecil awalnya bersekolah di "Ambonsche
Burgerschool" di Ambon karena paman yang mengasuhnya menjadi kepala
sekolah di sana. Kemudian pamannya dipindahkan ke Cimahi.
Keberangkatannya ke Cimahi merupakan titik balik dan kisah tersendiri
bagi Johannes. Sebenarnya ibunya bersikeras tidak mengizinkan Johannes
pergi, namun ia nekat menyelinap ke kapal dan baru menampakan diri saat
kapal hendak bertolak. Tindakan nekatnya itu membuat ibunya pasrah dan
berpesan agar pamannya mau menjadi pelindung baginya. Didikan pamannya
yang penuh disiplin berhasil menempa Johannes dan menjadikannya murid
yang berprestasi.
Tahun 1914, Johannes hijrah ke Batavia bersama
pamannya. Di Batavia, Johannes melanjutkan studinya di "Europeesch
Lagere School" (ELS), namun studinya hanya beberapa bulan saja, lalu ia
pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool (sekolah untuk anak asli
orang Belanda, kini PSKD Kwitang), dan tamat tahun 1919. Setelah
menyelesaikan sekolah dasarnya, Johannes memilih sekolah campuran dari
berbagai golongan, yaitu MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dan
tamat tahun 1922.
» Read More...
Masa kecil. Gerrit
Augustinus Siwabessy terlahir sebagai bungsu dari empat bersaudara pada
19 Agustus 1914 di Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Enoch
Siwabessy, ayahnya, seorang petani cengkeh, meninggal dunia ketika
Gerrit baru berusia satu tahun. Ibunda Naatje Manuhutu kemudian menikah
lagi dengan Yakub Leuwol, seorang guru sekolah dasar terpandang. Hal ini
memungkinkan Gerrit menjalani pendidikan dasar dan menengah dengan
baik. "Beta selalu menyertai tuan guru Leuwol yang berturut-turut
ditempatkan sebagai guru di Larike, Tawiri dan Lateri," begitu tulis
Siwabessy dalam memoarnya.
» Read More...
Pisang tongka langit deng aer gula (merah), Jakarta tu apa?
Pisang tongkat langit dengan air gula merah, Jakarta itu apa? (Terjemahan Bahasa Indonesia)
Kalimat ini berasal dari orang Ullath di Pulau Saparua (Maluku Tengah); yang berarti jika mengenang salah satu makanan khas mereka, yaitu makan pisang tongkat langit dicampur dengan air gula merah rasanya sangat enak sekali, jika dibandingkan dengan rasa hendak berpergian ke Jakarta. hehehe
» Read More...
Ini adalah posting pertama di tahun 2013 dari beta bagi pembaca setia; tentang salah satu tradisi masyarakat Maluku. Tradisi ini beragam sebutannya, ada yang menyebutnya "Na'has" tetapi ada pula menamakannya "Nanaku", dan di Maluku Utara, Maluku Tenggara, atau di daerah lainnya memiliki sebutan yang berbeda juga. Tetapi tradisi yang beta namakan pada judul posting ini yaitu TRADISI NA'HAS, pada prakteknya memiliki kesamaan substansial.
Yaitu bagi mereka (yang masih mempercayai Tradisi Na'has ini) untuk menentukan atau menandai dalam hitungan-hitungan waktu tertentu sebelum melakukan sesuatu pekerjaan, perjalanan, atau kegiatan; berdasarkan pada kalender waktu yang telah mereka dapatkan dari generasi terdahulunya. Sehingga biasanya untuk sebagian masyarakat di negeri-negeri Salam maupun Sarane yang ada di Maluku Tengah, atau yang ada di Maluku Utara, Maluku Tenggara, Buru,dll sebelum seseorang membuat kebun singkong (Kabong Kasbi) misalkan, mereka harus menyesuaikan pada waktu yang ada pada kalender Na'has; sebelum segala sesuatu dikerjakan.
» Read More...
Kokoh, kuat, dan unik ada pada undak-undakmu
Sehingga keindahan menjadi pujian kini
melekat padamu
Samahu; kau tahu aku adalah kau.
Samahu; bagi orang asing aku adalah
kaum-mu.
Tahun ini inginku bercerita tentang
pengalamanku
mulai dari Sasi sampai Ur-Puti;
dari Waihuhu
di dusung pantai sampai di Hu’u
dusung di gunung.
Pijakan kakiku mengikutimu sampai terngiang
terus di perantauan.
» Read More...