Hari ini, ada sebuah pengalaman berharga, saat bertemu
dengan seseorang yang sangat beta kenal. Tetapi sebelumnya beta tak menyangkah,
Bpk. Roy Saimima, 55thn, berbagi sebuah pengalamannya masa mudanya dan
seakan-akan menitipkan sebuah petuah dari “orang
tatua” (sebutan generasi terdahulu; nenek moyang) yang berkaitan langsung
dengan ide bisnis yang sementara beta jalani. Yaitu Menciptakan Baju-Baju
berkarakater budaya Maluku.
Setelah beta berjumpa dengan Bpk. Roy yang kebetulan sekali
hendak berurusan dengan salah satu dinas Perindustrian dan Perdangangan di
lingkup Pemkot Ambon, maka diskusi kami berlangsung kurang lebih 3 jam. Sehingga dari diskusi yang
panjang itu tercatat pada tanggal 3 Oktober 2014, pukul 15.10 WIT; yakni beberapa
hal yang sangat penting bagi beta, sebagai berikut:
1). Dalam tradisi berpakaian orang Maluku, dapat dirangkumkan ada 21 tradisi cara berpakaian yang disesuaikan dengan waktu, acara, atau peristiwa; antara lain :
-
Cara berpakaian khusus untuk beribadah, atau “Pakaing
Ibadah”.
-
Cara berpakaian khusus untuk masuk Pesta, atau “Pakiang
Pesta”
-
Cara berpakaian khusus untuk acara adat, atau “Pakiang
Adat”
-
Cara berpakaian khusus pergi ke Pasar, atau “Pakiang
Pasar”
-
Cara berpakaian khusus pergi ke Kebun, atau “Pakiang
Kabong”
-
Cara berpakaian khusus pergi ke Laut, atau “Pakiang
Mancari di Laut”]
-
Cara berpakaian khusus untuk berperang, atau “Pakiang
Parang”
-
Cara berpakaian khusus untuk acara berduka, atau
“Pakiang
pi Orang Mati”
-
Cara berpakaian khusus untuk orang Kawin, atau “Pakiang
Orang Kaweng”
-
Cara berpakaian khusus bagi tokoh-tokoh masyarakat, atau
“Pakiang Orang Basar”
-
Dll
S 2). Sudah barang tentu dari jenis pakaian-pakaian
tersebut, dalam mengatur cara pakainya pun, sejak dahulu telah diatur bedasarkan
bentuk, warna, desain model pakaiannya, yang tentunya punya sejumlah makna
tersendiri. Ambil misal :
- Khusus untuk ke acara orang berduka, diharuskan
memakai warna hitam, atau warna gelap, dan dilarang keras memakai pakaian yang
berwarna merah.
- Begitupun dengan bentuk baju-baju khas orang
Maluku, terkesan begitu longgar dibadan, karena hakekatnya telah tertanam
nilai-nilai dasar dari karakter orang Maluku yang spontan dalam berperilaku,
agresif, kekar, keras, dan responsif,
sehingga membutuhkan bentuk desain baju yang harusnya lebih besar dari bentuk
badan seseorang. Hal ini dapat dilihat dari baju khusus pergi pasar, yaitu baju cele tradisional, yang bermotif
kotak-kotak, dan bentuknya lebih besar dari bentuk badan orang perempuan pada
umumnya.
-
Atau ada yang berbeda antara baju “Kebaya
Dangsa” dengan “Tumiang”; artinya Kabaya Dangsa seperti blazer dari bagian
luar busana ini, dan baju dalamnya yaitu Baniang berwarna putih yang memakai
kancing baju dari uang logam atau dari butiran mutiara, sebagai salah satu
pakaian pesta yang tentu pula berbeda sekali bentuknya dengan Baju Tumiang.
Dikarenakan baju Tumiang hampir mirip dengan Kebaya Dangsa, tetapi pada busana
dalamnya itu memakai renda-renda. Sehingga baju Tumiang ini, diakui oleh
generasi terdahulu berasal dari budaya orang Sulawesi yang turut berpengaruh pada
cara berpakaian budaya orang Maluku pada umumnya.
3). Dengan mencermati cara berpakaian dan
perkembangan fashion lokal yang berkarakter budaya Maluku seperti sekarang ini,
tentunya haruslah terlebih dahulu para penjahit, pengembang atau desainer harus
mengetahui dengan benar dasar-dasar tradisi berpakaian orang Maluku secara baik
dan benar. Sehingga jika harus ada yang ingin memodivikasi dari desain-desain Baju Cele Modern, Kabaya Dangsa, Baniang,
Tumiang, dll, setidaknya punya referensi-referensi dasar ini. Artinya apa
yang tertulis pada tulisan ini, hanyalah sebagian kecil dari sejumlah besar
tradisi berpakaian orang Maluku secara umum. Sebab berbicara konteks orang
Maluku di hari ini sudah begitu kompleks, apabila dikategorikan berdasarkan
ciri khas kepulauan asal, atau dari latar belakang budaya mana kita berasal;
sebab hakekatnya cara berpakaian orang Maluku Tengah, akan berbeda dengan orang
Maluku Utara, begitupun dengan orang Maluku Tenggara, dan seterusnya.
Sekilas 3 poin penting dari sejumlah pokok diskusi yang berlangsung
antara beta dan pak Roy, sengaja beta simpulkan untuk diketahui oleh genarasi
masa kini. Sebab bagi beta, menjadi penting begi beta dan saudara-saudariku
lainnya, bisa mengambil peran sebagai generasi perantara (yang hidup didalam
masa transisi, yaitu diantara sisa-sisa generasi terdahulu, dan hidup diawal
generasi millenium ini), untuk melestarikan nilai-nilai budaya lokal, sebab
disanalah terletak sejumlah besar kekayaan kita sebagai bangsa Maluku secara
khusus, dan sebagai orang Indonesia pada umumnya, yang memiliki keberagaman
tradisi dan budaya.
Sebab menurut pak Roy, apa yang ia sampaikan kepada beta,
adalah tradisi lisan yang diturunkan oleh dua orang tatua yang selama masa hidup mereka, pak Roy senang
sekali mendengar petuah atau cerita atas pengalaman-pengalaman mereka. Dan
kedua orang itu adalah warga Latta, yaitu Almarhum Elias Saimima 84thn, meninggal dunia pada tahun 1972; dan Paulus
Pelatta, 65 thn, meninggal dunia
pada tahun 1997. Atas dasar fakta ini, beta merasa bangga mengabadikan
pikiran-pikiran “orang tatua”, meski hanya lewat tulisan yang sederhana. Semoga
titipan tradisi dan budaya orang tatua
kita, dapat tercipta sejumlah hal yang hebat dikemudian hari, dan semuanya itu
bersumber dari kearifan lokal kita sebagai orang Maluku.
Semoga Bermanfaat.
0 comments :
Post a Comment
Dengan Senang Hati Beta Menanti Basuara Sudara-Sudara.