Aku mungkin hanya mendengar cerita yang dihembuskan angin tentangmu Aru,
tetapi angin yang terhembus itu membuat bulu kudukku terus berdiri
hingga kini, dan entah kenapa belum tertidur kembali, sebab aku tahu
persis semangat solidaritas nenek moyang kita satu, sama-sama Kabaresi.
Aku mungkin belum menginjakkan kaki dan berdiri diatas tanahmu Aru,
tetapi jika aku berdiri di tanah Ambon, salah satu tanah raja, begitupun
juga tanahmu itu tanah raja, pemberian nenek moyang kita, yang memiliki
bau nafas yang sama, sebagai orang-orang Malenesia.
Aku mungkin mengangkat pena untuk melawan dengan tinta atau juga berteriak dengan keras, tetapi bagi kamu Aru,
angkatlah panah dan lawanlah sampai tumpah darah penghabisan, jika ada
orang dagang yang punya muka dua, atau yang memiliki lidah bercabang
dua, yang berdesis siap mematukmu dari belakang, dapatilah mereka
disekitarmu lalu potong putus bage dua.
Aku mungkin mengganggap suanggi hanyalah makhluk malam yang tak bisa berkeliaran pada waktu siang, tetapi bagi kamu Aru,
Lihatlah mereka telah berevolusi menjadi beringas di siang terang,
mereka punya kekuatan membunuh saat kau lengah tak punya kekuatan,
naluri mereka seperti binatang buas yang menunggu slak.
Aku mungkin bisa melihat ancaman itu serta tabaos dari sini, tetapi Aru,
kau punya kekuatan besar untuk membuat benteng pertahanan sebelum
perang,
Untuk selamatkan generasimu di dalam sejarah; lindungilah pula hartaMu
yaitu nyawa satwa-satwamu dari monster pemakan segala. Jika mereka
menang, mereka akan menjarah semua yang hidup di dalam air, di atas
tanah, maupun di atas udara.
Aku mungkin hanya bertuah, tetapi bagi kamu Aru,
Aku berharap, jangan membuat orang lain terharu karena kasiang, tetapi
habisilah mereka para bajingan berilmu kebal karena punya uang, dan
bunuhlah mereka dengan anak panahmu yang ditikam sebelumnya ditanah;
sebagai akal-akal untuk bunuh mereka yang berilmu hitam.
Tunjukan bagi mereka Aru, dan aku siap untuk menulis kisah perangmu
sepanjang masa dan mengabadikannya diatas kertas bersirat emas.
Jika kamu mau, berperanglah, satu lawan seribu tak menjadi masalah,
sebab ada seribu pejuang lainnya dibelakangmu, saat kau pukul tifa
perang satu lawan satu.
Hai Aru, camkanlah ini...!!
Tak ada kain putih tanda menyerah, aku telah melihat banyak kapitang
berada dibelakangmu. Genderang tifa tahuri telah berbunyi di gunung
tanah raja-raja, sebagai tanda perang besar.
Maju Aru ...
Majulah Aru ... !
Mena Muria .... !
Lawa Mena Haulala ... !
Habisilah Mereka Aru ...!
by : Jimmy Pattiasina for #saveARU
[*Puisi ini beta buat untuk mendukung pejuangan masyarakat kepulauan ARU dengan rekan-rekan lainnya, atas pembabatan hutan 600 ribuan Hektar, oleh PT. Menara Group dengan rencananya mendirikan perkebunan Tebu raksasa di sana]
No comments:
Post a Comment
Dengan Senang Hati Beta Menanti Basuara Sudara-Sudara.