Pohon Cengkeh (khususnya) dalam konteks kemalukuan, turut menghadirkan sebuah tradisi yang memiliki nilai-nilai yang luar biasa; yaitu terciptanya tradisi pili cengkeh yang dapat terlihat dibeberapa daerah, yang nota bene, banyak tumbuh pohon Cengkeh sebagai hasil perkebunan masyarakat setempat. misalnya di Lease.
Tradisi pili Cengkeh dapat digambarkan sebagai berikut, pada waktu musim cengkeh di Lease misalkan, atau di tempat lain, seperti di pulau Buru, pulau Seram, atau di pulau Ambon; bagi yang tidak memiliki kebun Cengkeh/pohon Cengkeh, mereka diperbolehkan oleh pemilik kebun Cengkeh/pohon Cengkeh, untuk pili (pili = kegiatan memungut buah Cengkeh yang jatuh di tanah) Cengkeh yang kebetulan berguguran secara alami dan jatuh di tanah. Sehingga buah Cengkih yang berguguran tersebut, tidak ada larangan untuk mereka yang hendak melakukan aktivitas pili cengkeh.
Fenomena inipun tidak hanya berlaku bagi mereka yang tidak memiliki cengkeh untuk memungut/pili buah Cengkeh yang jatuh di tanah saja, tetapi jika di suatu waktu terjadi panen Cengkeh oleh pemilik kebun Cengkeh/pohon Cengkeh, jika kedapatan ada mereka (yang tidak memiliki kebun/pohon Cengkeh) di bawah pohon Cengkeh yang sementara di panen oleh orang yang ditugaskan memanen Cengkeh tersebut, tidak ada larangan juga bagi mereka untuk memungutnya buah Cengkeh yang kebetulan saja lepas dan jatuh dari genggaman tangan si pemanen tersebut; dan itu menjadi milik mereka.
Bahkan terkadang bagi si pemilik kebun Cengkeh yang meresa berkelebihan dari hasil panennya, ia dapat memberikan sedikit pemberian buah Cengkeh dari hasil panennya, dengan jumlah yang tidak menentu. Ada pengecualian soal pemberian langsung oleh pemilik kebun/pohon Cengkeh ini, yaitu hanya berlaku jika saja pada waktu yang bersamaan ada mereka (yang tidak memiliki kebun/pohon Cengkeh) yang kebetulan sedang pili Cengkeh dan bertepatan dengan proses panen yang berlangsung di kebun Cengkeh itu. Artinya, jika hasil panen sudah di kumpulkan setelah di panen dan di bawa pulang ke rumah, tidak ada pemberian semacam itu lagi. Jadi dari tradisi ini hanya berlaku si sekitar kebun Cengkeh tersebut.
Bahkan terkadang bagi si pemilik kebun Cengkeh yang meresa berkelebihan dari hasil panennya, ia dapat memberikan sedikit pemberian buah Cengkeh dari hasil panennya, dengan jumlah yang tidak menentu. Ada pengecualian soal pemberian langsung oleh pemilik kebun/pohon Cengkeh ini, yaitu hanya berlaku jika saja pada waktu yang bersamaan ada mereka (yang tidak memiliki kebun/pohon Cengkeh) yang kebetulan sedang pili Cengkeh dan bertepatan dengan proses panen yang berlangsung di kebun Cengkeh itu. Artinya, jika hasil panen sudah di kumpulkan setelah di panen dan di bawa pulang ke rumah, tidak ada pemberian semacam itu lagi. Jadi dari tradisi ini hanya berlaku si sekitar kebun Cengkeh tersebut.
Nilai dari tradisi pili Cengkeh menurut saya sangat positif dan hal ini berlaku hanya di Maluku; hingga sekarang tradisi ini masih berlangsung. Secara teologis, nilai memberi, nilai kasih, nilai bersedekah terhadap sesama yang membutuhkan, inhern dalam praktek tradisi pili Cengkeh yang masih di jaga oleh sebagian besar orang Maluku, dan fakta ini masih terlihat kental di Lease. Baik itu di negeri Salam (Islam) maupun di negeri Sarane (Kristen). Sehingga keunikan dari tradisi pili Cengkeh membuktikan bahwa realitas humanis yang berdasarkan pada rasa solidaritas, hidup orang bersaudara dari orang Maluku (dalam hal ini orang Lease) yang memiliki keterkaitan dasar-dasar aman, uli, soa, dan mataruma-lah(untuk mendefenisikan tulisan bergaris miring ini akang saya posting dalam tulisan yang lain) mendorong tradisi ini memiliki nilai-nilai humanis yang berkualitas. [S.A.95] J.Pattiasina.
No comments:
Post a Comment
Dengan Senang Hati Beta Menanti Basuara Sudara-Sudara.